Minggu, 22 Oktober 2017

Happy 20th Birthday

Oktober 22, 2017 0 Comments
21 Oktober 2017



Waktu berjalan sangat cepat. Rasanya baru kemarin pulang sekolah TK trus nyari ibu di dalam rumah yang ternyata ngumpet di belakang pintu trus di kagetin. Rasanya baru kemarin pulang sekolah SD trus buku sekolahnya diperiksa sama ibu di kursi teras rumah. Rasanya baru kemarin seneng kalo hujan karena itu artinya berangkat sekolah SMP dianter sama ibu dan gak perlu ngayuh sepeda ontel selama 20 menit. Ah rasanya baru kemarin aku jadi putri kecil ibu yang nakal dan selalu ngerepotin.
Ibu putri kecil mu hari ini sudah berumur 20 tahun. Terimakasih banyak bu sudah mau mempertaruhkan  nyawa demi melahirkanku 20 tahun yang lalu. Kau rela mempertaruhkan nyawa untuk seseorang yang bahkan belum kau ketahui akan tampak seperti apa rupanya, akan bagaimana sikapnya padamu nanti, tapi kau rela bu kau rela mempertaruhkan nyawamu untukku. Ibu maafkan aku jika selama 20 tahun hidup di dunia ini belum bisa membahagiakanmu, dan terlalu sering merepotkan mu. Terimakasih atas rasa sabar mu yang tak terbatas menghadapi segala tingkah ku. Terimakasih ibu.
Ah sudah umur 20 tahun ya, sudah kepala dua, tapi saat aku melihat ke cermin rasanya sama saja, tetap Diana yang masih belasan tahun. Mungkin bedanya mengulang tahun kelahiran di umur yang semakin bertambah ini semakin biasa saja, tidak ada spesialnya seperti tahun-tahun lalu. Dulu setiap malam tanggal 20 Oktober aku akan begadang menunggu pergantian hari dan selalu menebak-menebak siapa yang akan memberi ucapan happy birthday pertama kali. Namun semakin bertambah umur rasanya sudah tidak penting lagi siapa yang mengucapkan pertama maupun terakhir. Kemarin saja aku tidur seperti biasanya, tidak mau lagi begadang menunggu siapa yang mengucapkan tepat tengah malam. Apa pentingnya ? ya itulah yang akan kalian rasakan di umur yang semakin bertambah. Malah rasanya semakin sedikit yang ingat hari ulang tahun kita semakin baik, karena sedikit pula yang tahu jika umur kita sudah bertambah semakin tidak muda lagi.
Tapi ternyata di umur 20 tahun ini masih ada yang mengucapkan happy birtday tepat pukul 00.01. Dia Acu, sahabatku dari SD. Ah Acu terimakasih masih ingat dan selalu ingat hari ulang tahunku, terimakasih sudah ngucapin tepat tengah malem padahal waktu ulang tahun mu tanggal 22 September kemarin aku telat ngucapinnya karena hectic banget di hari itu sampe gak sempet ngucapin huhu.
Thanks Acu :))

Imas, orang kedua yang ngucapin selamat di hari ini. Imas sahabat ku dari SMA. Terimkasih cong pagi-pagi udah ngirim voice note yang bikin aku terharu tapi ngakak karena foto yang kamu edit itu haha. Terimakasih doanya cong, kangen kamu.

Aku bahkan lupa ini foto dimana dan kapan cong :D

Orang ketiga yang ngucapin, Mifi. Mifi ini sahabat dari SD juga. Makasih ya Fay selalu inget ulang tahunku padahal waktu tanggal 16 Juli kemarin kayaknya aku lupa gak ngucapin happy birthday buat kamu :( So sorry Fay.
Big thanks buat Andoy si andul dan temen-temen kosan yang sudah ngasih surprise, terimakasih teman-teman. Terimakasih kue nya pas sekali aku lagi lapar kemarin haha. Pokoknya makasih banyak ya Ndoy, Love youuuu
Thank you Ndoy ({})


wkwk 


Terimakasih buat semua temen-temen yang sudah ngucapin yang gak bisa aku sebut satu-satu namanya. Terimakasih banyak. Semoga doa-doa kalian di ijabah Allah dan balik ke kalian juga. Sekali lagi terimakasih.
Last but not least, terimakasih ya Allah telah memberiku kesempatan untuk masih bisa hidup di bumi-Mu hingga umur 20 tahun ini. Hamba tahu ya Allah engkau masih memberikan kesempatan hidup ini karena dosa-dosa ku masih begitu banyak dan kau berikan kesempatan untuk ku bertaubat. Terimakasih ya Allah, semoga aku tidak menyia-nyiakan waktu yang telah engkau berikan. Karena sejatinya semakin bertambah umur kita semakin berkurang waktu kita di dunia ini. Ampuni hamba mu ini ya Rabb yang masih sering lalai terhadap perintah mu, ampuni dosa-dosa hamba, dosa kedua orang tua hamba, dosa keluarga hamba, dan dosa teman-teman hamba. Semoga kelak kami dapat bersama-sama masuk ke dalam surga-Mu ya Rabb, Aamiin.


Kamis, 19 Oktober 2017

Senja Tak Lagi Sama

Oktober 19, 2017 2 Comments
5 September 2017


Berat mengubah sikap, sebab demi Tuhan rasa ini masih sama
Memandang wajahmu aku tak sudi
Mengertilah, telah semampunya aku tak ingin melihatmu lagi
Sementara waktu telah menyeretku jauh dari ragamu
Ada rasa sedih saat melihatmu bahagia
Bukan karena aku tidak ingin kamu bahagia
Melainkan karena bukan aku yang membahagiakanmu 
Itu menyakitkan, seperti pukulan yang sebenarnya ingin buatku tersadar

Mungkin ini waktu untuk aku terpuruk
Supaya aku dapat melihat Tuhan memakai kenangan ini untuk buatku dipenuhi kesiapan
Sehingga doa dapat melahirkan semangat
Dan kemudian buatku bangkit


Jika kau merasa setia dan ia meninggalkamu
Kau jangan dengan gagah berteriak ia tak setia
Setia adalah mencoba, bukan keadaan yang sesaat
Aku mencoba setia
Aku belajar tentang kesetiaan
Orang yang setia adalah orang yang menjaga
Orang yang memikirkan tentang kesetiaan
Setiap waktu
Aku meminta ampun kepada Tuhan
Sebab aku pernah berharap kalau suatu saat
Ketika angin menghempasku hilang dari daya ingatmu
Aku ingin tak pernah lagi menginjak bumi
Sebab hidup  jadi terasa bagaikan dinding yang dingin

Aku harus menjadi paku
Sebab kamu bagai lukisan dan cinta itu palunya
Memukul aku, memukul aku dan memukul aku sampai aku benar-benar menancap kuat.
Pada akhirnya, semoga, tidak kamu lagi yang aku lihat 
Sebagai satu-satunya cahaya di dalam pejamku sebelum pulas
Semoga tidak kamu lagi.....


***


15 Agustus 2017


Sore ini langit senja begitu menawan, semburat jingganya membuat semua benda disekitar berubah menjadi kuning keemasan. Aku selalu suka melihat warna jingga di ufuk barat, dan yang paling favorite yaitu senja seperti saat ini. Menikmati senja di pinggir pantai bersama dengan dia, “Abang”.
Kupalingkan kepalaku ke samping untuk melihat sosoknya, sosok yang selalu aku kagumi. Senyumnya terukir menyipitkan mata menyaksikan matahari kembali keperaduan. Bukan, senyum itu tidak hanya terukir saat melihat matahari tenggelam, senyum itu selalu terukir diwajahnya. Saat berpapasan dengan orang-orang, dengan teman-teman, dengan adik tingkat, dengan penjaga gedung, bahkan dengan orang yang tak dikenalnya pun dia tidak ragu untuk memberikan senyumannya. Senyuman yang selalu bisa menenangkan orang lain, termasuk aku. Sempat kulontarkan tanya “Bang, abang gak capek ya senyum terus ?” tanyaku iseng saat itu
Dan dia hanya semakin mengembangkan senyumnya tanpa memalingkan wajahnya dari keindahan matahari yang akan tenggelam. Sesekali dia mengabadikan momen senja itu dalam kamera yang menggantung di lehernya.

Ih jawablah bang, gak capek ya senyum terus ? Sampe kucing di jalan aja di senyumin juga” candaku.

“Kenapa harus capek dek ? Senyum itu kan sedekah. Gak usah aku jelasin kamu udah tau kan ? lagian, bukan bahagia yang membuat kita tersenyum dek, tapi karena tersenyumlah maka kita akan bahagia” Jawabnya mantap.

Aku hanya mengangguk-anggukan kepalaku. Meskipun sebenarnya belum puas dengan jawabannya.
Sama seperti matahari, setiap orang yang ada di bumi ini hanya untuk sementara dek, untuk nanti kemudian dia akan pergi jika tugasnya telah usai.” Lanjutnya. Aku tetap diam menunggu lanjutan kalimatnya.

“Tujuan semua orang hidup itu untuk mati, Dek. Di bumi ini tugas kita hanya berbuat baik kepada semua orang untuk bekal kita nanti.”

Ih kok abang malah ngomongin mati sih” jawabku

“Kan tadi kamu tanya apa alasan abang selalu senyum sama setiap orang, ya itu jawabannya. Abang ingin menebarkan kebaikan, abang ingin menjadi orang yang akan di kenang kebaikannya kalau abang sudah pergi nanti”

“iya iya adek paham, udah ah jangan ngomongin mati” ucapku yang hanya ditanggapi dengan kekehan kecil dari bibirnya.


***


29 Agustus 2017


Hari ini langit Surabaya cerah. Berbanding terbalik dengan ku yang hari ini rasanya malas sekali untuk berangkat kuliah. Senin sore ia masih menyempatkan waktu untuk mengunjungiku, berpamitan pergi ke Malang dan menitipkan toga wisuda. Aku ingin sekali ikut tapi Abang melarang karena aku harus kuliah, sedangkan dirinya sudah libur, tinggal menunggu waktu wisuda tanggal sepuluh September nanti. Ah rasanya aku ingin cepat wisuda saja. Ku tarik nafas dan ku mantapkan langkah untuk melawan rasa malas ini.
Siang hari setelah jam kuliah selesai aku memilih untuk sholat di masjid kampus yang rindang dan sejuk. Seusai sholat aku masih duduk-duduk di teras masjid untuk menghilangkan penat. Siang ini awan mendung, sepertinya akan turun hujan. Akhir-akhir ini Surabaya beberapa kali sudah diguyur hujan. Entahlah bulan Agustus ini sebenarnya musim hujan atau musim panas, cuaca saat ini sudah sulit untuk diprediksi. Ku bergegas pulang, sesampainya di kosan ku buka smartphone untuk mengecek pesan-pesan yang masuk. Seringkali pesan-pesan hanya dari group ataupun official account, namun kali ini tidak, banyak panggilan tak terjawab dari temanku yang berada di Malang dan satu pesan dari sepupu Abang yang menanyakan keberadaanku. Tiba-tiba ada pesan masuk lagi, whatsapp dari teman SMA ku yang saat ini kuliah di Malang.
“Neng, Yudi kecelakaan. Tenggelem di air terjun.”
Membaca isi pesan tersebut seketika jantungku langsung berdegub sangat kencang. Entahlah pikiran-pikiran buruk langsung singgah di otakku. Shock? Tidak. Aku hanya berfikir “Permainan apa lagi bang yang kamu mainkan ?”


***


5 September 2017


Hari keenam. Ya hari ini hari keenam kepergiannya. Kepergian sosok Abang yang begitu aku kagumi. Jangan tanya bagaimana perasaanku waktu tau dia sudah tidak bernafas lagi, hancur, satu kata itulah yang bisa menggambarkannya. Dihari keenam ini, pelan-pelan aku sudah mulai mengikhlaskannya. Bukan hanya aku yang kehilangan sosoknya, semua orang yang mengenalnya merasa kehilangan. Hanya merasa kehilangan tapi tidak untuk merasa ditinggalkan.
Aku teringat percakapan saat menikmati senja terakhir dengannya kala itu. Dan ya dia berhasil, berhasil menggapai tujuan hidupnya, dikenang banyak orang saat dia telah tiada. Banyak, banyak sekali orang-orang yang merasa kehilangan sosok Abang. Sosok yang selalu ringan senyum serta ringan tangan membantu semua orang.  Aku benar-benar rindu akan senyumannya, senyum yang selalu bisa membuatku merasa tentram. “Semangat aaa” itulah pesan terakhir darinya saat aku mengeluhkan malas berangkat kuliah kala itu. Hari ini aku sadar bahwa isi pesan itu bukan hanya semangat untuk kuliah, tetapi semangat untuk terus melanjutkan hidup ini meskipun tanpa sosoknya, tanpa senyumnya, dan tanpa nasihat-nasihat darinya. Okay im try, Bang.


***


Langit senja kini memang tak pernah lagi sama. Tapi satu hal penting yang saat ini sudah aku pahami betul, bahwa hidup ini bukan hanya tentang diri kita sendiri. Bukan tentang kesuksesan-kesuksesan dan rencana-rencana hebat yang ingin kita raih, karena semua itu tak akan pernah ada habisnya. Hidup ini tentang bagaimana kita bermanfaat bagi orang-orang di sekitar kita, bagaimana kita akan dikenang oleh orang-orang jika kelak kita telah pergi, dan yang paling penting bagaimana Allah ridha akan segala hal yang kita lakukan di bumi-Nya. Bang, Langit senja kini memang tak lagi sama, tapi izinkan aku untuk tetap mengenangmu di sudut hati ini. Bang, langit senja kini memang tak lagi sama, tapi aku akan mencoba untuk bisa menjadi sepertimu, menjadi orang yang bermanfaat bagi sekitarnya. Bang, langit senja kini memang tak lagi sama, tapi senja tetap lah senja yang tetap indah dan menenangkan, dan aku akan tetap menyukai senja walau kini ia tak lagi sama. 


***

Rinduku sudah pada tahap keterlaluan
Nada yang ku dengar saat ini
Adalah nada indah yang bersemayan di atas penderitaan yang indah.
Penderitaan yang indah ?
Seperti apa ?
Dia..
Seperti rindu
Aku menyerah
Lantas apa cara untuk tidak merindu selain menemuimu ?
Jika tidak ada,
Biarkanlah aku menderita dalam keindahan
Teruntukmu yang ku ingini tanpa mengingini aku kembali
Dalam hela nafasku
Ada rindu di dalamnya yang tak akan pernah berhenti
Sebelum aku mati
Sumpahku satu
Akan ku buat rinduku, menjadi rindumu
*Panji Ramdana


***





Minggu, 24 September 2017

Empat Poin Penting untuk Mulai Menulis

September 24, 2017 3 Comments
Seminar Jurnalistik
Mungkin ini adalah tulisan pertamaku setelah sekian lama gak pernah nulis. Mau mencoba menulis lagi karena tadi baru selesai ikut seminar jurnalistik tentang kepenulisan yang pembicaranya adalah bang Darwis Tere Liye dan bang Azhar Nurun Ala. Sebenernya awal ikut seminar jurnalistik ini karena pembicaranya bang Darwis, dari SMA memang suka banget sama tulisan-tulisan beliau yang sangat menginspirasi. Namun tidak hanya bisa bertemu dan tau seperti apa sosok bang Darwis yang aku dapat dari seminar tadi, tetapi juga inspirasi-inspirasi untuk bisa kembali menulis dan berkarya seperti mereka.
Pembicara pertama yaitu bang Azhar. Pada awalnya aku benar-benar tidak tau dan tidak mengenal siapa sosok bang Azhar ini, ya karena niat awal ikut seminar ini karena ada bang Darwis. Setelah moderator membacakan curriculum vitae bang Azhar barulah aku tau bahwa bang Azhar ini merupakan penulis novel “Tuhan Maha Romantis”. Aku sering mendengar judul novel tersebut, tetapi belum berkesempatan untuk membacanya. Setelah ini aku penasaran dan ingin tau seperti apa karya-karya bang Azhar. Tidak hanya novel “Tuhan Maha Romantis”, bang Azhar juga sudah menerbitkan beberapa judul novel, diantaranya “Jatuh”, “Seribu Wajah Ayah”, dan “Cinta adalah Perlawanan”. Kerennya lagi bang Azhar ini tidak mengirimkan naskahnya pada penerbit, melainkan mencetak sendiri semua novel-novelnya. Sampai saat ini novel yang paling sering dicetak ulang yaitu novel “Tuhan Maha Romantis” yang sudah mencapai cetakan ketujuh. Kerenkan ? beliau yang menulis naskahnya, beliau yang mencetak, beliau pula yang mendistribusikan.
Novel karya Bang Azhar
Motivasi yang aku dapat dari bang Azhar hari ini yaitu “Izinkan dirimu menulis jelek”, jangan takut, jangan minder, jangan merasa tidak bisa untuk memulai menulis, tulislah apa yang mau kamu tulis, dan publishlah. Pesan tersebut sangat mengena dihati, aku memang berhenti menulis karena merasa kalau tulisanku tidak bagus. Tapi setelah mendapat wejangan dari bang Azhar tersebut aku jadi sadar kalau aku harus berani dan mengizinkan diriku untuk menulis meskipun jelek, karena dengan begitu seiring berjalannya waktu tulisan-tulisan yang jelek bisa diperbaiki dengan latihan dan latihan.
Pembicara yang kedua yaitu Darwis Tere Liye. Siapa sih pencinta novel saat ini yang tidak kenal dengan Darwis Tere Liye, sepertinya semua sudah kenal dengan sosok bang Darwis. Pertama kali baca novel karya bang Darwis ini saat masih duduk di bangku SMA kelas satu. Saat itu teman sekelasku membawa novel bang Darwis yang berjudul “Negeri Para Bedebah”. Teman sekelasku ini ternyata sangat suka dengan karya bang Darwis, hampir semua novel karya bang Darwis dia punya. Saat melihat novel dengan cover merah tersebut awalnya aku sedikit tidak yakin untuk membacanya, aku pikir tidak akan sesuai dengan genre yang aku suka. Akan tetapi perspektifku tadi salah besar, ternyata novelnya sangat sangat seru sekali. Jika disuruh menilai mungkin aku akan memberi nilai 98/100. Sejak saat itu aku langsung meminjam semua koleksi novel karya bang Darwis yang temanku miliki, dan semua novel bang Darwis yang sudah aku baca sangat recomended untuk dibaca.

Karya-karya Tere Liye
"Negeri Para Bedebah" Novel karya Tere Liye yang aku baca pertama kali
Dalam seminar tadi bang Darwis menyampaikan empat poin penting untuk memulai menulis. Lagi-lagi ini sangat cocok dengan keadaanku yang kembali ingin menulis setelah mendengar kata-kata bang Azhar sebelumnya. Empat poin penting tadi yaitu
1.    Motivasi Menulis
Dipoin pertama ini kita harus menentukan tujuan awal kita, atau apa motivasi kita mau menulis agar jika kita sedang tidak mood atau malas untuk menulis kita bisa liat lagi tujuan awal atau motivasi kita untuk menulis.
2.    Apa yang akan Ditulis ?
Seringkali saat hendak mulai menulis kita bingung menentukan topik atau bahan apa yang akan kita tulis. Nah disini bang Darwis menjelaskan bahwa semua yang ada di dunia ini bisa dijadikan bahan untuk menulis. Jadi tidak usah terlalu memikirkan akan menulis apa, tulislah apa yang bisa kalian tulis. Dalam seminar tadi bang Darwis mencontohkan tentang ibu rumah tangga yang ingin menulis tapi bingung mau menulis apa, karena kesehariannya hanyalah menjadi ibu rumah tangga. Nah disitu bang Darwis menyuruhnya untuk menulis apa saja yang bisa dia tulis, apa saja yang dia bisa. Saat ditanya apa hobi beliau ? si ibu rumah tangga tadi menjawab memasak. Maka bang Darwis menyuruhnya untuk menulis semua resep makanan yang dia buat setiap harinya. Dan pada akhirnya ibu rumah tangga tadi dapat menghasilkan sebuah buku tentang resep-resep makanan yang sudah diterbitkan oleh penerbit. Dari cerita tersebut kita bisa belajar, bahwa apapun yang ada di sekitar kita bisa dijadikan bahan tulisan. So, jangan bingung-bingung lagi untuk memulai menulis.
3.    Apa itu Tulisan yang Baik ?
Tulisan yang baik itu adalah tulisan yang datang dari sudut pandang yang berbeda
Saat kita disuruh menuliskan sesuatu dengan kata “Hitam” maka sebagian besar akan menulisan tentang warna hitam, akan tetapi ada orang yang menuliskan hitam bukan hanya tentang warna, nah orang seperti itulah yang dikatakan memiliki sudut pandang yang berbeda. Jadi untuk menulis kita harus belajar melihat sesuatu tidak hanya dari satu sudut pandang saja, tapi lihatlah dari berbagai sudut pandang lainnya.
Tidak ada kalimat yang indah, menulislah seperti pelukis yang sedang melukis
Jangan terlalu sibuk membuat tulisan yang indah, karena mau dibolak-balik seperti apapun sebuah kalimat itu tetap sama tidak ada yang paling indah. Poinnya adalah keefektifan kalimat tersebut, maksudnya pembaca dapat menangkap apa yang dimaksudkan oleh penulis.
Berhenti memikirkan ending 
kebanyakan penulis terlalu memikirkan ending saat menulis ceritanya. Kata bang Darwis dalam seminar tadi cukuplah bubuhkan kata TAMAT diakhir tulisanmu untuk mengakhiri tulisan tersebut. Tidak usah sibuk-sibuk memikirkan ending hingga novel tersebut tidak selesai-selesai. Dan kalian tau ? novel “Hafalan Sholat Delisa” dan novel “Negeri di Ujung Tanduk” karya bang Darwis itu ternyata sebenarnya belum selesai, tapi karena bang Darwis sudah tidak tau mau seperti apa endingnya dan tidak mau sibuk-sibuk memikirkan ending maka langsung saja beliau bubuhkan kata TAMAT di novel tersebut. “Siapa yang tau novel itu sebenarnya belum selesai ? tidak ada yang tau, itu hak penulis mau mengendingkan novelnya sampai dimana” ucap bang Darwis.
4.    Kata Kunci dalam Kepenulisan
Nah poin yang terakhir dan yang paling penting yaitu kata kunci dalam kepenulisan. Apa kata kunci dalam kepenulisan ? jawabannya yaitu “Latihan, latihan, dan latihan”. Kamu tidak akan pernah bisa menulis jika kamu tidak memulai dan terus melatih dirimu untuk menulis.
Dan quote terkahir dari bang Darwis sebelum menutup seminarnya yaitu
Waktu terbaik menanam pohon adalah 20 tahun yang lalu. Waktu terbaik menanam pohon kedua adalah hari ini.
Jadi marilah kita mulai menulis dari saat ini. Jangan sampai 20 tahun mendatang kita menyesal karena tidak mulai menanam pohonmu dari hari ini.

Follow Us @elhidadiana