5 September 2017
Berat mengubah sikap, sebab demi Tuhan rasa ini masih sama
Memandang wajahmu aku tak sudi
Mengertilah, telah semampunya aku tak ingin melihatmu lagi
Sementara waktu telah menyeretku jauh dari ragamu
Ada rasa sedih saat melihatmu bahagia
Bukan karena aku tidak ingin kamu bahagia
Melainkan karena bukan aku yang membahagiakanmu
Itu menyakitkan, seperti pukulan yang sebenarnya ingin buatku tersadar
Mungkin ini waktu untuk aku terpuruk
Supaya aku dapat melihat Tuhan memakai kenangan ini untuk buatku dipenuhi kesiapan
Sehingga doa dapat melahirkan semangat
Dan kemudian buatku bangkit
Jika kau merasa setia dan ia meninggalkamu
Kau jangan dengan gagah berteriak ia tak setia
Setia adalah mencoba, bukan keadaan yang sesaat
Aku mencoba setia
Aku belajar tentang kesetiaan
Orang yang setia adalah orang yang menjaga
Orang yang memikirkan tentang kesetiaan
Setiap waktu
Aku meminta ampun kepada Tuhan
Sebab aku pernah berharap kalau suatu saat
Ketika angin menghempasku hilang dari daya ingatmu
Aku ingin tak pernah lagi menginjak bumi
Sebab hidup jadi terasa bagaikan dinding yang dingin
Aku harus menjadi paku
Sebab kamu bagai lukisan dan cinta itu palunya
Memukul aku, memukul aku dan memukul aku sampai aku benar-benar menancap kuat.
Pada akhirnya, semoga, tidak kamu lagi yang aku lihat
Sebagai satu-satunya cahaya di dalam pejamku sebelum pulas
Semoga tidak kamu lagi.....
***
15 Agustus 2017
Sore ini langit senja begitu
menawan, semburat jingganya membuat semua benda disekitar berubah menjadi
kuning keemasan. Aku selalu suka melihat warna jingga di ufuk barat, dan yang
paling favorite yaitu senja seperti
saat ini. Menikmati senja di pinggir pantai bersama dengan dia, “Abang”.
Kupalingkan kepalaku ke samping
untuk melihat sosoknya, sosok yang selalu aku kagumi. Senyumnya terukir menyipitkan
mata menyaksikan matahari kembali keperaduan. Bukan, senyum itu tidak hanya
terukir saat melihat matahari tenggelam, senyum itu selalu terukir diwajahnya.
Saat berpapasan dengan orang-orang, dengan teman-teman, dengan adik tingkat,
dengan penjaga gedung, bahkan dengan orang yang tak dikenalnya pun dia tidak
ragu untuk memberikan senyumannya. Senyuman yang selalu bisa menenangkan orang
lain, termasuk aku. Sempat kulontarkan tanya “Bang, abang gak capek ya senyum terus ?” tanyaku iseng saat itu
Dan dia hanya semakin mengembangkan senyumnya tanpa
memalingkan wajahnya dari keindahan matahari yang akan tenggelam. Sesekali dia
mengabadikan momen senja itu dalam kamera yang menggantung di lehernya.
“Ih jawablah bang, gak capek ya senyum terus ? Sampe kucing di
jalan aja di senyumin juga” candaku.
“Kenapa harus
capek dek ? Senyum itu kan sedekah. Gak usah aku jelasin kamu udah tau kan ?
lagian, bukan bahagia yang membuat kita tersenyum dek, tapi karena tersenyumlah
maka kita akan bahagia” Jawabnya mantap.
Aku hanya mengangguk-anggukan kepalaku. Meskipun
sebenarnya belum puas dengan jawabannya.
“Sama seperti matahari, setiap orang yang ada di bumi ini hanya
untuk sementara dek, untuk nanti kemudian dia akan pergi jika tugasnya telah usai.”
Lanjutnya. Aku tetap diam menunggu lanjutan kalimatnya.
“Tujuan semua
orang hidup itu untuk mati, Dek. Di bumi ini tugas kita hanya berbuat baik
kepada semua orang untuk bekal kita nanti.”
“Ih kok abang malah ngomongin mati sih” jawabku
“Kan tadi kamu tanya apa
alasan abang selalu senyum sama setiap orang, ya itu jawabannya. Abang ingin
menebarkan kebaikan, abang ingin menjadi orang yang akan di kenang kebaikannya
kalau abang sudah pergi nanti”
“iya iya adek paham, udah ah jangan ngomongin mati”
ucapku yang hanya ditanggapi dengan kekehan kecil dari bibirnya.
***
29 Agustus 2017
Hari ini langit Surabaya cerah.
Berbanding terbalik dengan ku yang
hari ini rasanya malas sekali untuk berangkat kuliah. Senin sore ia masih menyempatkan waktu untuk
mengunjungiku, berpamitan pergi ke Malang dan menitipkan toga wisuda. Aku ingin
sekali ikut tapi Abang melarang karena aku harus kuliah, sedangkan dirinya
sudah libur, tinggal menunggu waktu wisuda tanggal sepuluh September nanti. Ah
rasanya aku ingin cepat wisuda saja. Ku tarik nafas dan ku mantapkan langkah
untuk melawan rasa malas ini.
Siang hari setelah jam kuliah
selesai aku memilih untuk sholat di masjid kampus yang rindang dan sejuk.
Seusai sholat aku masih duduk-duduk di teras masjid untuk menghilangkan penat.
Siang ini awan mendung, sepertinya akan turun hujan. Akhir-akhir ini Surabaya
beberapa kali sudah diguyur hujan. Entahlah bulan Agustus ini sebenarnya musim
hujan atau musim panas, cuaca saat ini sudah sulit untuk diprediksi. Ku
bergegas pulang, sesampainya di kosan ku buka smartphone untuk mengecek pesan-pesan yang masuk. Seringkali
pesan-pesan hanya dari group ataupun official account, namun kali ini tidak,
banyak panggilan tak terjawab dari temanku yang berada di Malang dan satu pesan
dari sepupu Abang yang menanyakan keberadaanku. Tiba-tiba ada pesan masuk lagi, whatsapp dari teman SMA ku yang saat ini
kuliah di Malang.
“Neng, Yudi kecelakaan. Tenggelem di air terjun.”
Membaca isi pesan tersebut seketika jantungku
langsung berdegub sangat
kencang. Entahlah pikiran-pikiran buruk langsung singgah di otakku. Shock?
Tidak. Aku hanya berfikir “Permainan apa
lagi bang yang kamu mainkan ?”
***
5 September 2017
Hari keenam. Ya hari ini hari
keenam kepergiannya. Kepergian sosok Abang yang begitu aku kagumi. Jangan tanya
bagaimana perasaanku waktu tau dia sudah tidak bernafas lagi, hancur, satu kata
itulah yang bisa menggambarkannya. Dihari keenam ini, pelan-pelan aku sudah
mulai mengikhlaskannya. Bukan hanya aku yang kehilangan sosoknya, semua orang
yang mengenalnya merasa kehilangan. Hanya merasa kehilangan tapi tidak untuk merasa ditinggalkan.
Aku teringat percakapan saat
menikmati senja terakhir dengannya kala itu. Dan ya dia berhasil, berhasil
menggapai tujuan hidupnya, dikenang banyak orang saat dia telah tiada. Banyak,
banyak sekali orang-orang yang merasa kehilangan sosok Abang. Sosok yang selalu
ringan senyum serta ringan tangan membantu semua orang. Aku benar-benar rindu akan senyumannya, senyum
yang selalu bisa membuatku merasa tentram. “Semangat aaa” itulah pesan terakhir
darinya saat aku mengeluhkan malas berangkat kuliah kala itu. Hari ini aku
sadar bahwa isi pesan itu bukan hanya semangat untuk kuliah, tetapi semangat
untuk terus melanjutkan hidup ini meskipun tanpa sosoknya, tanpa senyumnya, dan tanpa nasihat-nasihat
darinya. Okay im try, Bang.
***
Langit senja kini memang tak pernah
lagi sama. Tapi satu hal penting yang saat ini sudah aku pahami betul, bahwa
hidup ini bukan hanya tentang diri kita sendiri. Bukan tentang
kesuksesan-kesuksesan dan rencana-rencana hebat yang ingin kita raih, karena
semua itu tak akan pernah ada habisnya. Hidup ini tentang bagaimana kita
bermanfaat bagi orang-orang di sekitar kita, bagaimana kita akan dikenang oleh
orang-orang jika kelak kita telah pergi, dan yang paling penting bagaimana
Allah ridha akan segala hal yang kita lakukan di bumi-Nya. Bang, Langit senja
kini memang tak lagi sama, tapi izinkan aku untuk tetap mengenangmu di sudut
hati ini. Bang, langit senja kini memang tak lagi sama, tapi aku akan mencoba
untuk bisa menjadi sepertimu, menjadi orang yang bermanfaat bagi sekitarnya. Bang, langit senja kini memang tak
lagi sama, tapi senja tetap lah senja yang tetap indah dan menenangkan, dan aku
akan tetap menyukai senja walau kini ia tak lagi sama.
***
Rinduku sudah pada tahap keterlaluan
Nada yang ku dengar saat ini
Adalah nada indah yang bersemayan di atas penderitaan yang indah.
Nada yang ku dengar saat ini
Adalah nada indah yang bersemayan di atas penderitaan yang indah.
Penderitaan yang indah ?
Seperti apa ?
Dia..
Seperti rindu
Seperti apa ?
Dia..
Seperti rindu
Aku menyerah
Lantas apa cara untuk tidak merindu selain menemuimu ?
Jika tidak ada,
Biarkanlah aku menderita dalam keindahan
Teruntukmu yang ku ingini tanpa mengingini aku kembali
Biarkanlah aku menderita dalam keindahan
Teruntukmu yang ku ingini tanpa mengingini aku kembali
Dalam hela nafasku
Ada rindu di dalamnya yang tak akan pernah berhenti
Ada rindu di dalamnya yang tak akan pernah berhenti
Sebelum aku mati
Sumpahku satu
Akan ku buat rinduku, menjadi rindumu
Sumpahku satu
Akan ku buat rinduku, menjadi rindumu
*Panji Ramdana
***
Im so exited :3 , thanks full dek diana. Undefinition dah pokoknya
BalasHapussama-sama mbk Neng, semoga ceritanya bermanfaat, semoga mas yudi selalu bisa menginspirasi semua orang :)
Hapus